Kamis, 13 Oktober 2011

Catatan : Tentang Saudaraku, sahabatku dan teman seperjuanganku

Ada kebanggaan tersendiri, saat adik-adik dan temen seperjuangan dipondok akan dikirim untuk mengajar di Makassar, sebagian dari mereka malah masih berumur 17 tahun, saat dimana teman-teman sebayanya duduk dibangku sekolah menengah atas atau yang sederajat. Satu tahun setengah bersama, sudah sangat mengeratkan ikatan emosional kami, mengejar target hafalan, kerjaan kantor dan administrasi yang menumpuk, sampai target wisuda dengan persiapan yang “hanya” satu bulan. Bukanlah hal yang mudah untuk dilupakan, berpendar meramaikan malam saat beberapa teman terlelap, teriak-teriak ditengah masjid di siang hari, demi suksesnya setoran murajaah sore dan meminimalisir “kekecewaan” yang ustadz kami, saat menyimak hafalan kami. Kami bukanlah santri yang sangat menonjol, mutik, atau apalah istilah santri yang “baik-baik”. Kadang, beralasan tugas pondok, pergi muter-muter Surabaya, atau pekerjaan yang harusnya di-pending, diawalkan agar tidak ikut jam setoran, nge-less karena belum siap setoran, apalagi kalo sudah Barcelona akan tampil dalam laga champion atau bahkan, setingkat laga persahabatan kami sudah pasang kuda-kuda, siang hari tidur dan malamnya “sahirallayaali”, muter-muter mencari warung kopi dan begadang hanya sekedar ingin melihat pemain favorit kami menjebol gawang lawan, sehingga bisa dipastikan, esok harinya ada yang beralasan sakit gigi (agar tidak ikut jam setoran), sakit pinggang bahkan ada yang sakit kaki, alas an sakit yang kadang tidak nyambung,hehe… bahkan, ada salah satu teman kami, yang memiliki keakurat pandangan mata kurang (tapi anehnya kalau melihat akhwat, radarnya langsung nangkap,hehe..tapi jangan ditanya soal hafalannya, dijamin ngewes..), sehingga jika dia berjalan malam, harus dituntun dan dipapah(maklum dia rabun senja), rela berjalan sambil meraba-raba (karna gak ada yang ngantar) demi melihat Liverpool bertanding. Meski kalah, dia akan sesumbar, “tenang saja mas..liverpool itu hanya mengalah, apalagi steven gerradl gak bisa main karena sakit encok”. Dan sadisnya, ada teman satunya lagi yang memanfaatkan moment tersebut, kadang dia dituntun menuju sawah antah berantah, sehingga mendarat dikubangan lumpur, nambrak tembok, ke-jedug tiang telpon, dan beberapa kejadian lain. Semoga Allah memberikan kesembuhan baginya, amien…
Saya teringat suatu moment yang sangat membekas dalam diri saya, dalam perjalanan saya nyantri di Surabaya, kiai kami, Ust. Mudawi Ma’arif sangat disegani, mengingat beliau jarang marah, bahkan untuk mengangkat suara sekalipun, apalagi kalau sudah membahas masalah tafsir, seolah-olah ayat apapun bisa beliau bawa untuk menegur dan mengingatkan kami, dengan suara lantang beliau membaca “atastabdiluuna billadzi huwa adna billadzi huwa khoir..”, kalian adalah penghafal alqur’an, dan alqur’an mulya dibanding kalam-kalam yang lain, bagaikan kemulyaan-Nya disbanding makhluk-Nya, maka jika kalian terdetak dan berniat berhenti untuk menghafal, maka sesungguhnya kalian menghendaki untuk berhentinya diri kalian dari kemulyaan, bukankah Allah telah memulyakan kalian wahai ummat manusia (surat al-isra’)?, lalu apakah kalian mau, kemulyaan akhirat yang akan kalian pearoleh, ditukar dengan gemerlap kehidupan?..”, demikian kurang lebih paparan guru kami. Padahal, kalo diliat, susuna ayat tersebut, adalah saat alquran menceritakan bagaimana sifat bani israil. Kembali ke cerita awal, kami berada di kantor. Setelah sekian lama tidak mendengar music, tumben-tumbennya saya ingin mendengar lagu-lagu mello yang dulu saya gandrungi, sehingga diputarlah, lagu Ibu-milik iwan fals-, merepih alamnya chryse dan kupu-kupu malam miliknya ariel peterpan, hufh..selang beberapa waktu terdengar suara “astagfirullah…apa ini?, bayu..matikan..astagfirullah..hapus semuanya!!”, saya tercekat, saat ku menoleh ust. Mudawi berdiri dihadapan kami, tatap memerah wajah teduh beliau, dan kulihat, temanku Bayu tergagap didepan computer bingung mematikan music berikut komputernya. Setelah berkata begitu, beliau langsung keluar, dan kami semburat mencari tempat aman untuk bersembunyi, (padahal tidak dibagian sudut manapun dari pondok ini, aman dari beliau pantauan beliau).


Hari ini, 07 oktober mereka berangkat menuju Makassar, mereka akan mengemban tugas dakwah membumikan alquran, menyiarkan dan mengajarkan alqur’an. Mengajarkan alqur’an bahwa alquran begitu ajaib, begitu istimewa dan mudah dihafal. Tugas yang tidak mudah untuk adik seperjuanganku yang masih seumuran itu, dia masih suka dengan game, masih suka berkumpul dengan teman, bermain bersama mereka, futsal rame-rame walo harus bertegang urat leher dan merogoh kantong, hanya untuk memperebutkan kata “saya menang”. Dia seperti halnya teman sebayanya, yang malam jum’atnya kadang diisi dengan pertandingan bola di stadion Play Station seberang pondok, tapi yang istimewa darinya, dia adalah muhafidz yang dipilih Allah, dia punya semangat, dan dia tidak mau dikatakan “kamu Kalah, Kamu harus menyerah”.
Saudaraku, tiga bulan lalu kita masih bersama, hingga saat wisuda, senang, gembira, tegang dan sedih bercampur, saya menempuh jalan yang saya pilih. Saya kembali tepat setelah acara wisuda hifdhu kaamilul qur’an. Sampai saat ini, saya sangat merindukan kalian. Adalah benar, kita tidak lagi bersama, tapi semangat kebersamaan kita haruslah tetap ada dimanapun kita berada. Binalah kebersamaan diantara kita, tidak membedakan kaya dan miskin, hitam-putih, Madura atau jawa. “Innallah yuhibbul ladziina yuqaatiluuna fii sabiilihi soffaa ka annahum bun_yaanun marsuush”. Selamat berjuang saudaraku, “intansurullaaha yan surkum, wayutsabbit aqdaamakum”. Saya yakin umur bukanlah segalanya, pendidikan bukanlah hal satu-satunya. Karena guru yang paling baik adalah pengalaman. Semoga semoga Dunia mendewasakanmu, Alam mengajarkanmu ayat-ayatNya, dan semoga jalan dakwah menguatkan tekadmu. Ingatlah kawan, tidak ada jalan yang tidak berbatu, selalu ada kerikil kecil yang siap melukai kaki saaat kita melangkah, tidak bijak rasanya kita tersinggung dan berpikir,mengapa kerikil tajam itu harus disini?, kita harus siap sandal, bahkan perban agar saat kaki kita terluka, kita siap untuk kembali melangkah.
Salam kangen dan hormat saya, kepada adik-adiku, saudara-saudaraku, dan teman seperjuanganku. Rahmat Alfian, As’adur Rofiq, dan Miftahul Khoiri. Semoga Allah mempertemukan kembali kita di tempat dan waktu yang lebih baik, kalau tidak didunia ini, semoga di jannah firdausNya. Amien…

0 komentar:

Posting Komentar