Kata mereka...

Keindahan adalah menatap keabadian diri sendiri didalam cermin_ Kahlil Ghibran.

Kata mereka...

Keraguan adalah rasa sakit karena kesepian untuk mengetahui bahwa iman adalah saudara kembarnya.

Kata mereka...

Iman adalah sebuah oasis di jantung yang tidak akan pernah dijangkau oleh segerombolan pikiran.

Kata mereka...

Iman adalah pengetahuan dalam hati, di luar jangkauan bukti.

Kata mereka...

Cinta tidak memiliki dan tidak akan dimiliki, karena cinta telah cukup bagi cinta itu sendiri.

Kamis, 13 Oktober 2011

Catatan : Tentang Saudaraku, sahabatku dan teman seperjuanganku

Ada kebanggaan tersendiri, saat adik-adik dan temen seperjuangan dipondok akan dikirim untuk mengajar di Makassar, sebagian dari mereka malah masih berumur 17 tahun, saat dimana teman-teman sebayanya duduk dibangku sekolah menengah atas atau yang sederajat. Satu tahun setengah bersama, sudah sangat mengeratkan ikatan emosional kami, mengejar target hafalan, kerjaan kantor dan administrasi yang menumpuk, sampai target wisuda dengan persiapan yang “hanya” satu bulan. Bukanlah hal yang mudah untuk dilupakan, berpendar meramaikan malam saat beberapa teman terlelap, teriak-teriak ditengah masjid di siang hari, demi suksesnya setoran murajaah sore dan meminimalisir “kekecewaan” yang ustadz kami, saat menyimak hafalan kami. Kami bukanlah santri yang sangat menonjol, mutik, atau apalah istilah santri yang “baik-baik”. Kadang, beralasan tugas pondok, pergi muter-muter Surabaya, atau pekerjaan yang harusnya di-pending, diawalkan agar tidak ikut jam setoran, nge-less karena belum siap setoran, apalagi kalo sudah Barcelona akan tampil dalam laga champion atau bahkan, setingkat laga persahabatan kami sudah pasang kuda-kuda, siang hari tidur dan malamnya “sahirallayaali”, muter-muter mencari warung kopi dan begadang hanya sekedar ingin melihat pemain favorit kami menjebol gawang lawan, sehingga bisa dipastikan, esok harinya ada yang beralasan sakit gigi (agar tidak ikut jam setoran), sakit pinggang bahkan ada yang sakit kaki, alas an sakit yang kadang tidak nyambung,hehe… bahkan, ada salah satu teman kami, yang memiliki keakurat pandangan mata kurang (tapi anehnya kalau melihat akhwat, radarnya langsung nangkap,hehe..tapi jangan ditanya soal hafalannya, dijamin ngewes..), sehingga jika dia berjalan malam, harus dituntun dan dipapah(maklum dia rabun senja), rela berjalan sambil meraba-raba (karna gak ada yang ngantar) demi melihat Liverpool bertanding. Meski kalah, dia akan sesumbar, “tenang saja mas..liverpool itu hanya mengalah, apalagi steven gerradl gak bisa main karena sakit encok”. Dan sadisnya, ada teman satunya lagi yang memanfaatkan moment tersebut, kadang dia dituntun menuju sawah antah berantah, sehingga mendarat dikubangan lumpur, nambrak tembok, ke-jedug tiang telpon, dan beberapa kejadian lain. Semoga Allah memberikan kesembuhan baginya, amien…
Saya teringat suatu moment yang sangat membekas dalam diri saya, dalam perjalanan saya nyantri di Surabaya, kiai kami, Ust. Mudawi Ma’arif sangat disegani, mengingat beliau jarang marah, bahkan untuk mengangkat suara sekalipun, apalagi kalau sudah membahas masalah tafsir, seolah-olah ayat apapun bisa beliau bawa untuk menegur dan mengingatkan kami, dengan suara lantang beliau membaca “atastabdiluuna billadzi huwa adna billadzi huwa khoir..”, kalian adalah penghafal alqur’an, dan alqur’an mulya dibanding kalam-kalam yang lain, bagaikan kemulyaan-Nya disbanding makhluk-Nya, maka jika kalian terdetak dan berniat berhenti untuk menghafal, maka sesungguhnya kalian menghendaki untuk berhentinya diri kalian dari kemulyaan, bukankah Allah telah memulyakan kalian wahai ummat manusia (surat al-isra’)?, lalu apakah kalian mau, kemulyaan akhirat yang akan kalian pearoleh, ditukar dengan gemerlap kehidupan?..”, demikian kurang lebih paparan guru kami. Padahal, kalo diliat, susuna ayat tersebut, adalah saat alquran menceritakan bagaimana sifat bani israil. Kembali ke cerita awal, kami berada di kantor. Setelah sekian lama tidak mendengar music, tumben-tumbennya saya ingin mendengar lagu-lagu mello yang dulu saya gandrungi, sehingga diputarlah, lagu Ibu-milik iwan fals-, merepih alamnya chryse dan kupu-kupu malam miliknya ariel peterpan, hufh..selang beberapa waktu terdengar suara “astagfirullah…apa ini?, bayu..matikan..astagfirullah..hapus semuanya!!”, saya tercekat, saat ku menoleh ust. Mudawi berdiri dihadapan kami, tatap memerah wajah teduh beliau, dan kulihat, temanku Bayu tergagap didepan computer bingung mematikan music berikut komputernya. Setelah berkata begitu, beliau langsung keluar, dan kami semburat mencari tempat aman untuk bersembunyi, (padahal tidak dibagian sudut manapun dari pondok ini, aman dari beliau pantauan beliau).


Hari ini, 07 oktober mereka berangkat menuju Makassar, mereka akan mengemban tugas dakwah membumikan alquran, menyiarkan dan mengajarkan alqur’an. Mengajarkan alqur’an bahwa alquran begitu ajaib, begitu istimewa dan mudah dihafal. Tugas yang tidak mudah untuk adik seperjuanganku yang masih seumuran itu, dia masih suka dengan game, masih suka berkumpul dengan teman, bermain bersama mereka, futsal rame-rame walo harus bertegang urat leher dan merogoh kantong, hanya untuk memperebutkan kata “saya menang”. Dia seperti halnya teman sebayanya, yang malam jum’atnya kadang diisi dengan pertandingan bola di stadion Play Station seberang pondok, tapi yang istimewa darinya, dia adalah muhafidz yang dipilih Allah, dia punya semangat, dan dia tidak mau dikatakan “kamu Kalah, Kamu harus menyerah”.
Saudaraku, tiga bulan lalu kita masih bersama, hingga saat wisuda, senang, gembira, tegang dan sedih bercampur, saya menempuh jalan yang saya pilih. Saya kembali tepat setelah acara wisuda hifdhu kaamilul qur’an. Sampai saat ini, saya sangat merindukan kalian. Adalah benar, kita tidak lagi bersama, tapi semangat kebersamaan kita haruslah tetap ada dimanapun kita berada. Binalah kebersamaan diantara kita, tidak membedakan kaya dan miskin, hitam-putih, Madura atau jawa. “Innallah yuhibbul ladziina yuqaatiluuna fii sabiilihi soffaa ka annahum bun_yaanun marsuush”. Selamat berjuang saudaraku, “intansurullaaha yan surkum, wayutsabbit aqdaamakum”. Saya yakin umur bukanlah segalanya, pendidikan bukanlah hal satu-satunya. Karena guru yang paling baik adalah pengalaman. Semoga semoga Dunia mendewasakanmu, Alam mengajarkanmu ayat-ayatNya, dan semoga jalan dakwah menguatkan tekadmu. Ingatlah kawan, tidak ada jalan yang tidak berbatu, selalu ada kerikil kecil yang siap melukai kaki saaat kita melangkah, tidak bijak rasanya kita tersinggung dan berpikir,mengapa kerikil tajam itu harus disini?, kita harus siap sandal, bahkan perban agar saat kaki kita terluka, kita siap untuk kembali melangkah.
Salam kangen dan hormat saya, kepada adik-adiku, saudara-saudaraku, dan teman seperjuanganku. Rahmat Alfian, As’adur Rofiq, dan Miftahul Khoiri. Semoga Allah mempertemukan kembali kita di tempat dan waktu yang lebih baik, kalau tidak didunia ini, semoga di jannah firdausNya. Amien…

Senin, 03 Oktober 2011

Klasifikasi dan Hierarki Ilmu: Posisi Logika dalam al-Ulum al-Kauniyah dan al-Ulum at-Tanziliyah

Bersama: KH. Moh. Idris Djauhari


Aktualisasi ilmu-ilmu pengetahuan lewat klasifikasinya banyak dilakukan oleh para penggiat pendidikan lebih pada sekedar mencapai kemudahan atas pencarian identitas dari ilmu tersebut.
Akan tetapi klasifikasi ilmu mencoba kembali menegakkan visi hierarkis ilmu pengetahuan tersebut dalam dunia pendidikan. Islam pun demikian, memcoba memberikan visi etis dan metodologis
dari ilmu-ilmu pengetahuan sesuai dengan pesan sentralnya sebagaimana yang termaktub
dalam kitab sucinya Al-Qur’an. Lalu dimana posisi logika – sebagai yang diakui telah
dirumuskan oleh pemikir-pemikir non-muslim – di dalam ilmu-ilmu Islam?
Berikut petikan wawancara eksklusif redaktur Jurnal Reflektika Anwar Nuris
dengan Direktur Tarbiyatul Mu’allimin al-Islamiyah (TMI) yang juga
sekaligus sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan
pada tanggal 18 Dzulhijjah 1425 H/29 Januari 2005 M
di kediamannya.
Apa yang melatar belakangi Bapak Kyai dalam membagi ilmu Pengetahuan ke dalam Ulum Tanziliyah dan ulum Kauniyah?
Sebenarnya saya tidak suka untuk membagi-bagi ilmu pengetahuan, karena pada hakekatnya semua ilmu itu satu, berasal dari yang Satu, direkayasa oleh yang Satu, harus dipelajari untuk yang satu dan akhirnya pasti akan kembali kepada yang satu, kalau toh harus ada pembagian itu sekedar untuk maksud identifikasi agar mudah diingat. Tapi sebaiknya jangan dalam bentuk pembagian atau pemilahan, yang lebih tepat dilakukan dalam bentuk pengelompokan.
Menurut saya, sebenarnya ilmu-ilmu Allah SWT bukan hanya 2 macam seperti tertulis dalam proposal, tapi bisa “dikelompokkan” menjadi 3 kelompok; yaitu Ulum Kauniyah, Ulum Tanziliyah dan Ulum Tathbiqiyah. Dasarnya apa? Saya meruju’ pada firman Allah tentang tugas-tugas Rasulullah saw yang tersimpul dalam 3 macam tugas ( Ali Imron, 154 dan Al- Jumu’ah, 2) yaitu tugas Tilawatil Ayat atau membacakan tanda-tanda keagungan Allah (Ulum Kauniyah), tugas Ta’limul Kitab wal-Hikmah atau mengajarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits (Ulum Tanziliyah )serta tugas Tazkiyatun-Nas atau menyucikan manusia (Ulum Tathbiqiyah). Oleh karena tugas Rasulullah adalah membawa risalah / massage dari Allah kepada manusia, maka saya yakin bahwa ketiga tugas tersebut sangat erat hubungannya dengan ilmu-ilmu Allah SWT yang harus dikuasai oleh manusia sebagai Hamba dan KholifahNya

KeOtentikan al-Qur'an

disadur dari membumikan al-Qur'an, karya : Quraish Shihab

Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara. Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu lahafizhun (Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah Pemelihara-pemelihara-Nya) (QS 15:9). Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan atas dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat di atas, setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw. Tetapi, dapatkah kepercayaan itu didukung oleh bukti-bukti lain? Dan, dapatkah bukti-bukti itu meyakinkan manusia, termasuk mereka yang tidak percaya akan jaminan Allah di atas? Tanpa ragu kita mengiyakan pertanyaan di atas, karena seperti yang ditulis oleh almarhum 'Abdul-Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar: "Para orientalis yang dari saat ke saat berusaha menunjukkan kelemahan Al-Quran, tidak mendapatkan celah untuk meragukan keotentikannya."1 Hal ini disebabkan oleh bukti-bukti kesejarahan yang mengantarkan mereka kepada kesimpulan tersebut.