Kata mereka...

Keindahan adalah menatap keabadian diri sendiri didalam cermin_ Kahlil Ghibran.

Kata mereka...

Keraguan adalah rasa sakit karena kesepian untuk mengetahui bahwa iman adalah saudara kembarnya.

Kata mereka...

Iman adalah sebuah oasis di jantung yang tidak akan pernah dijangkau oleh segerombolan pikiran.

Kata mereka...

Iman adalah pengetahuan dalam hati, di luar jangkauan bukti.

Kata mereka...

Cinta tidak memiliki dan tidak akan dimiliki, karena cinta telah cukup bagi cinta itu sendiri.

Sabtu, 13 April 2013

Keberpasangan

Firman Allah: “Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”
Dalam kehidupan yang kita alami ini, terlihat dengan jelas adanya keberpasangan. Ada malam ada siang, ada pagi ada sore, ada senang ada susah, ada jantan ada betina, demikian seterusnya. Hanya Sang Khaliq, Allah swt yang tidak ada pasangan-Nya, tidak ada pula keserupaan-Nya. Listrik pun berpasangan, ada arus positif dan ada arus negative, bumi tempat yang kita huni pun, ada kutubnya yang negative ada juga yang positif, bahkan atom yang tadinya diduga merupakan wujud yang terkecil dan tidak dapat terbagi, ternyata ia pun berpasangan dari electron dan proton.
Dengan keberpasangan itu, lahirlah kerjasaman dan dengan kerjasama, hidup bersinambung lagi harmonis. Masing-masing secara berdiri sendiri memiliki keistimewaan tetapi juga kekurangan. Dengan keberpasangan, tercipta kesempurnaan dan menyatu keistimewaan itu.
Bunga-bunga yang mekar dengan indahnya, bertujuan antara lain merayu burung dan lebah agar mengantar benihnya ke kembang lain untuk dibuahi. Bukan hanya binatang dan tumbuh-tumbuhan, bahkan atom pun (yang negative dan positif) electron dan proton bertemu untuk saling tarik menarik demi memelihara eksestensinya. Demikian naluri makhluk, yang dianugerahkan Allah kepadanya. Masing-masing memiliki pasangan dan berupaya bertemu dengan pasangannya. Agaknya tidak ada satu naluri yang lebih dalam dan kuat dorongannya melebihi naluri dorongan pertemuan dua lawan jenis, pria dan wanita, jantan dan betina, positif dan negative. Itulah ciptaan dan pengaturan Allah.
Manusia dalam keberpasangannya berbeda dengan binatang. Pada umumnya ada waktu-waktu tertentu bagi binatang untuk melakukan hubungan seks. Sekian banyak binatang tidak melakukannya setelah betinanya mengandung, berbeda dengan manusia. Di sisi lain, kecenderungan seksual umumnya binatang hanya muncul pada musim bunga, tidak setiap waktu. Karena itu, “kita mendzalimi binatang” ketika memaki seseorang yang mengumbar nafsunya tanpa batas dengan menyatakan “nafsunya seperti binatang”, sebab hakikatnya nafsu manusia apalagi yang durhaka melebihi nafsu binatang bahkan tak mengenal batas.
Keberpasangan adalah aksi dari satu pihak yang disambut dengan reaksi penerimaan oleh pihak lain, satu mempengaruhi dan yang lain dipengaruhi. Atas dasar inilah law of sex berjalan, dan atas dasar itu pula alam raya diatur Allah.
SOLEHAHJika kita mengakui bahwa keberpasangan merupakan ketetapa ilahi yang berlaku umum (dan ini harus diakui karena kenyataan membuktikannya) maka harus diakui pula bahwa ia bukanlah sesuatu yang kotor atau najis, tetapi bersih, suci lagi terhormat dan selalu harus bersih suci dan terhormat. Itu salah satu sebab mengapa dalam surat yasin ayat 36 tersebut dimulai dengan kata subhana/maha suci Allah. Tidak dibenarkan adanya noda pada seks, dan setiap noda yang mungkin muncul harus segera dihindari. Dari sini pertemuan laki dan perempuan harus disertai kebersihan dan kesucian.
Selanjutnya jika kita mengakui bahwa aksi dan reaksi atau pengaruh mempengaruhi merupakan kodrat segala sesuatu. Maka, harus diakui pula bahwa tiada keistimewaan bagi yang melakukan alsi dari segi fungsinya sebagai pelaku, dan tidak juga ada kekurangan bagi yang menerima reaksinya. Walaupun harus diakui bahwa yang melakukan aksi lebih kuat dari yang menerima. Seandainya jarum tidak lebih keras dari kain atau pacul tidak lebih kuat dari tanah, maka tidak aka ada jahit menjahit, tidak juga ada hasil pertanian. Karena itu, jantan atau lelaki, selalu mengesankan kekuatan dan penguasaan, sementara betina atau perempuan mengesankan kelemahlembutan dan penerimaan. Namun demikian, sekali lagi kekuatan atau kelemahlembutan disini, sama sekali tidak menunjukkan superioritas satu pihak atas pihak yang lain, tetapi masing-masing memiliki keistimewaannya dan masiing-masing membutuhkan yang lain guna tercapainya tujuan bersama.
Bagi manusia, mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa, dan dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. Ketersendirian (dan lebih hebat lagi keterasingan) sungguh dapat menghantui manusia karena manusia pada dasarnya adalah makhluk social, makhluk yang membawa sifat dasar ketergantunga.
Memang sewaktu-waktu manusia bisa merasa senang dalam kesendiriannya, tetapi tidak untuk selamanya. Manusia telah menyadari bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain akan membantunya mendapatkan kekuatan dan membuatnya lebih mampu menghadapi tantangan. Karena alasan-alasan inilah maka manusia menikah, berkeluarga, bahkan bermasyarakat dan berbangsa. Tetapi harus diingat bahwa keberpasangan manusia bukan hanya didorong oleh desakan naluri seksual, tetapi lebih dari itu, ia adalah dorongan kebutuhan jiwanya untuk meraih ketenangan. Ketenangan itu yang didambakan oleh suami khususnya saat ia keluar rumah dan anak istrinya, dan dibutuhkan pula oleh istri lebih-lebih ketika suami meninggalkannya keluar rumah. Ketenangan serupa juga dibutuhkan anak-anak bukan saja saat berada ditengah keluarga, tetapi sepanjang masa. Entah apa yang terjadi dalam detik-detik jantung seorang perempuan dan lelaki yang berpasangan secara sah, sehingga bersedia menurut istilah al-Qur’an dalam surat an-Nisa: 21 (afdha ba’dhukum ila ba’dh). wallahu a’lam bisshowab..

Selasa, 09 April 2013

Kebetulan-Ku

Percaya dengan kata “kebetulan”?. Kebetulan saya masuk pondok, lalu hafidh (Hafal) alquran. Kebetulan saya bekerja disini dan karir melambung tinggi sehingga saya sukses. Kebetulan saya bertemu dengannya, lalu saya suka padanya. Kebetulan saya lewat sini, lalu terjatuh, atau apapun bentuk kebetulan itu baik yang berujung baik atau buruk. Toh, bumi dan isinya diciptakan-Nya secara “kebetulan”? iya kah?.
Tinta ketetapannya telah mengerik, coretan pena takdir telah ditorehkan rapi dalam catatan panjang dilauh mahfudz sana. Rasanya tidak ada kata “kebetulan” dalam kamus-Nya. “Oh, maaf.. saya kebetulan saja menulis makalah ini”, rasanya aneh dan kurang logis kayaknya, betul??. Tidak ada apapun yang olehNya diciptakan atau terjadi secara kebetulan, karena “kebetulan” itu sendiri adalah proses, cara atau pembelajaran dari Tuhan untuk mendidik kita, dan bukankah “kebetulan” itu sendiri lahir dari suatu pilihan?. kita masuk pondok, karena kita memilih entah itu dalam keadaan terpaksa atau tidak. Kita bekerja dan sukses adalah karena kita memilih untuk berusaha. Rasa suka padanya, dan mengapa suka itu ada adalah karena kita memilihnya, yang kemudian kita sebut dengan “kebetulan”.

Pohon Terlarang


Semua ulama sepakat, bahwa manusia pertama adalah adam, yang sempat tinggal beberapa waktu di Surga hingga akhirnya Allah menakdirkanya untuk tinggal di bumi bersama ibu hawa. Adalah sebuah ketentuanNya kepada adam untuk makan dan minum atas kehendaknya, kecuali satu pohon terlarang. Jangankan untuk memakannya, mendekatinya saja tidak  boleh, sebagaimana firmannya surat al-baqarah, “wahai adam... tinggallah kamu dan istrimu (hawa) di surga, dan makanlah apa-apa yang didalamnya sepuasmu. Akan tetapi jangan kamu dekati pohon ini, sehingga kamu menjadi orang-orang yang dholim”. Saking pentingnya, Allah mengulang Ayat ini terulang beberapa kali di alquran, di juz 8 surat al-An’am, juz 14 surat al-Hijr, juz 23 di surat Shod, agar kita selalu mengambil pelajaran dari peristiwa turunnya adam dari syurga. Pertanyaannya adalah, apakah pohon yang dimaksud itu?? Sebagian pakar mengkhususkan pohon ini, ada yang berpendapat pohon yang dimaksud adalah pohon Tin, tapi pendapat ini sangat lemah, terlepas dari itu, rasanya tidak ada guna kita meraba-raba apa lagi menentukan jenis pohon apa yang dimaksud ayat ini. Andai itu penting, tentu Allah akan menyebutnya di alquran atau melalui lisan nabi SAW dalam hadits-nya.
Di antara sekian banyak pohon terlarang, ada yang telah diakui bahayanya, dan telah lahir peraturan yang jelas tentang larangannya serta hukum yang tegas bagi pelanggarnya, yakni pohon candu opium. Pohon Opium, semua sepakat bahan pohon ini terlarang, bahkan semua negara mengkampanyekan untuk pemusnahan tumbuhan ini (bagi yang tidak berizin), karena pohon ini merupakan cikal bakal dari NARKOBA. Sebagian lain, menggunakan pohon ini sebagai obat dengan dosis tertentu. Karena dengan mengkonsumsinya akan menimbulkan efek kecanduan dan ketergantungan.