Senin, 03 Oktober 2011

Klasifikasi dan Hierarki Ilmu: Posisi Logika dalam al-Ulum al-Kauniyah dan al-Ulum at-Tanziliyah

Bersama: KH. Moh. Idris Djauhari


Aktualisasi ilmu-ilmu pengetahuan lewat klasifikasinya banyak dilakukan oleh para penggiat pendidikan lebih pada sekedar mencapai kemudahan atas pencarian identitas dari ilmu tersebut.
Akan tetapi klasifikasi ilmu mencoba kembali menegakkan visi hierarkis ilmu pengetahuan tersebut dalam dunia pendidikan. Islam pun demikian, memcoba memberikan visi etis dan metodologis
dari ilmu-ilmu pengetahuan sesuai dengan pesan sentralnya sebagaimana yang termaktub
dalam kitab sucinya Al-Qur’an. Lalu dimana posisi logika – sebagai yang diakui telah
dirumuskan oleh pemikir-pemikir non-muslim – di dalam ilmu-ilmu Islam?
Berikut petikan wawancara eksklusif redaktur Jurnal Reflektika Anwar Nuris
dengan Direktur Tarbiyatul Mu’allimin al-Islamiyah (TMI) yang juga
sekaligus sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan
pada tanggal 18 Dzulhijjah 1425 H/29 Januari 2005 M
di kediamannya.
Apa yang melatar belakangi Bapak Kyai dalam membagi ilmu Pengetahuan ke dalam Ulum Tanziliyah dan ulum Kauniyah?
Sebenarnya saya tidak suka untuk membagi-bagi ilmu pengetahuan, karena pada hakekatnya semua ilmu itu satu, berasal dari yang Satu, direkayasa oleh yang Satu, harus dipelajari untuk yang satu dan akhirnya pasti akan kembali kepada yang satu, kalau toh harus ada pembagian itu sekedar untuk maksud identifikasi agar mudah diingat. Tapi sebaiknya jangan dalam bentuk pembagian atau pemilahan, yang lebih tepat dilakukan dalam bentuk pengelompokan.
Menurut saya, sebenarnya ilmu-ilmu Allah SWT bukan hanya 2 macam seperti tertulis dalam proposal, tapi bisa “dikelompokkan” menjadi 3 kelompok; yaitu Ulum Kauniyah, Ulum Tanziliyah dan Ulum Tathbiqiyah. Dasarnya apa? Saya meruju’ pada firman Allah tentang tugas-tugas Rasulullah saw yang tersimpul dalam 3 macam tugas ( Ali Imron, 154 dan Al- Jumu’ah, 2) yaitu tugas Tilawatil Ayat atau membacakan tanda-tanda keagungan Allah (Ulum Kauniyah), tugas Ta’limul Kitab wal-Hikmah atau mengajarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits (Ulum Tanziliyah )serta tugas Tazkiyatun-Nas atau menyucikan manusia (Ulum Tathbiqiyah). Oleh karena tugas Rasulullah adalah membawa risalah / massage dari Allah kepada manusia, maka saya yakin bahwa ketiga tugas tersebut sangat erat hubungannya dengan ilmu-ilmu Allah SWT yang harus dikuasai oleh manusia sebagai Hamba dan KholifahNya

Apakah Pembagian Ilmu pengetahuan tersebut memiliki pembenaran dalam tradisi keilmuwan Islam pada masa Klasik?
Saya belum tahu pasti tentang justifikasi / pembenaran dari tradisi keilmuan dalam Islam terhadap pengelompokan tersebut. Tetapi Ibnu Khaldun dalam kitabnya “Muqaddimah” konon mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi 2 kelompok, yaitu ilmu-ilmu Falsafiyah atau Aqliyah yang berasal dari kemampuan nalar dan akal manusia, serta ilmu-ilmu Naqliyah atau Wadl’iyah yang bersumber dari wahyu Allah. Ilmu-ilmu Falsafiyah dibagi menjadi 4 jenis, yaitu Manthiq (Logika) Ilmu Alam (Fisika), Ilmu Ketuhanan (Metafisika) dan Ilmu Ta’lim (Instruction). Silahkan anda hubung-hubungkan sendiri kedua pengelompokan tersebut.
Secara filosofis apa yang mendasari Bapak Kyai dalam membagi Ilmu Pengetahuan ke dalam Ulum Tanziliyah dan ulum Kauniyah?
Sebelumnya saya mengingatkan kembali bahwa ini bukan pembagian ilmu tapi sekedar pengelompokan. Secara filosofis dan epistemologis, pengelompokan tersebut barangkali bisa dijelaskan sebagai berikut:
a. al-Ulum Kauniyah (Universe Sciences / Ilmu-ilmu Alam & Peristiwanya) yaitu ilmu-ilmu Allah yang berhubungan dengan alam semesta dan kehidupan sehari-hari yang dihamparkan oleh Allah dan ditampakkan langsung kepada manusia. Secara garis besar, ilmu-ilmu ini ada 3 jenis, yaitu (1) Ilmu Pengetahuan Alam, seperti Fisika, Biologi, Fauna, Flora, Kimia, Astronomi, dan Ilmu-ilmu tentang bumi seperti Geografi, Geologi, Geofisika, Geokimia, Geomorfologi dll. (2) Ilmu Pengetahuan Sosial (Ikhtilafil-Lail wan-Nahar), seperti Sejarah, Ekonomi, Politik, Hukum, Hankam, Tatanegara, Antropologi, Sosiologi dll. (3) Ilmu Pengetahuan Personalitas (Wa fi anfusikum afala tubshirun) atau ilmu yang berhubungan dengan diri manusia sendiri, seperti Ilmu Faal, Anatomi Tubuh, Psikologi, Karakterologi dll. (Ali Imron: 160 dan Adz-Dzariyat: 21). Ilmu-ilmu tersebut diajarkan oleh Rasulullah sebagai implementasi dari tugas "Yatlu alaihim ayaatihi"
b. al-Ulum Tanziliyah (Revelation Sciences / Ilmu-ilmu yang Bersumber dari Wahyu) yaitu ilmu-ilmu Allah yang diturunkan langsung lewat wahyu; baik yang berupa Kalamullah, Al-Qur'an (Al-Kitab) ataupun yang berupa penjelasan dan contoh langsung dari Rasulullah atau Al-Hadits, As-Sunnah, As-Siroh (Al-Hikmah). Bersumber dari Ulum ini kemudian muncul ilmu-ilmu hasil ijtihad Ulama, seperti Tafsir, Ilmu Tafsir, Mustholahul Hadits, Ilmu Kalam, Ilmu ‘Aqoid, Ilmu Fiqih, Ushul Fiqih, Ilmu Akhlaq, Ilmu Tashawwuf dll. Ilmu-ilmu tersebut diajarkan oleh Rasulullah sebagai implementasi dari tugas "Yu'allimuhum al-Kitab wal-Hikmah"
c. al-Ulum Tathbiqiyah (Applied Sciences / Ilmu-ilmu Terapan), yaitu ilmu-ilmu Allah yang bersumber dari usaha / ijtihad manusia untuk membantu dirinya dalam melakukan interaksi dan komunikasi dengan selain dirinya, seperti Ilmu Pendidikan, Kepemimpinan, Manajemen, Kesehatan, Olahraga, Kesenian, Ilmu Bahasa, Ilmu Berhitung (Matematika), Ilmu Berpikir (Logika), dan Ilmu-ilmu Keterampilan lainnya, seperti Ilmu Pertanian, Perdagangan, Pertukangan, Tataboga, Tatabusana, Tataniaga dll. Ilmu-ilmu tersebut langsung dilaksanakan oleh Rasulullah dalam membina para sahabat, sebagai implementasi dari tugas "Yuzakkihim" (Dalam arti mencerdaskan, membudayakan, dan memberdayakan manusia, serta menyelamatkannya dari anasir-anasir yang merusak).
Sumber pemikiran siapa yang dijadikan landasan oleh Bapak Kyai dalam mengklasifikasikan Ilmu Pengetahuan tersebut?
Saya tidak tahu pasti dari sumber mana pengelompokan tersebut muncul. Yang jelas, selama ini saya selalu berusaha untuk banyak membaca, mengkaji, merenung, berpikir dan mengambil kesimpulan-kesimpulan. Itu saja !
Sejak kapan gagasan tentang Klasifikasi dan Hierarki Ilmu ini muncul dan kapan mulai diterapkannya?
Saya juga tidak tahu pasti sejak kapan pikiran itu muncul dan diterapkan. Yang jelas saya yakin sekali dengan pengelompokan tersebut, dan saya akan berusaha untuk meyakinkan orang-orang lain, lewat kapabilitas dan otoritas yang saya miliki.
Dimana posisi Logika dalam Ulum Tanziliyah dan Ulum Kauniyah?
Menurut saya "Logika" termasuk Ulum Tathbiqiyah (Applied Science).
Apa dasar Bapak Kyai mengklasifikasikan dan meletakkan Logika pada posisi tersebut?
Sebab logika merupakan ilmu hasil ijtihad atau kreasi manusia yang tentu saja dimaksudkan untuk menjadi alat dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan selain dirinya, secara lebih efektif dan produktif. Tapi yang perlu diingat bahwa keberadaan logika dalam kehidupan manusia harus tetap dalam koridor dan perspektif "Tazkiyatuhum".
Apa idealisme Bapak Kyai dengan pembagian ilmu pengetahuan tersebut terhadap perkembangan tradisi keilmuan khususnya di Al-Amien?
Saya berharap dan berdo'a, semoga para santri memiliki "perhatian yang sama besar" terhadap ketiga kelompok ilmu pengetahuan tersebut, tanpa membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lain. Ini sangat strategis, terutama dalam rangka melaksanakan dakwah, sebagai lanjutan dari risalah para Nabi. Kalaupun akhirnya, mereka harus memilih jenis ilmu tertentu dari kelompok tertentu, sesuai dengan minat dan bakat masing-masing, ini adalah sesuatu yang sangat wajar dalam proses spesialisasi dan profesionalisasi, karena manusia memang sangat terbatas kemampuan dan kecerdasannya untuk menguasai seluruh jenis dan kelompok ilmu tersebut secara mendalam.
Bagaimana mengatasi kesenjangan antara ulum tanziliyah dan ulum kauniyah secara praksis dalam pengajaran?
Untuk mengatasi kesenjangan perhatian terhadap ketiganya di kalangan para santri, harus dilakukan analisis dan diagnosis yang valid dan akurat terhadap "penyebab utama" munculnya kesenjangan tersebut, baru kemudian dilakukan proses terapi atau remedial yang komprehensif dan efektif. Menurut saya, penyebab utama kesenjangan tersebut antara lain adanya "pola pikir dikotomik" antara ilmu agama dan ilmu umum yang selama ini didoktrinkan kepada kita, padahal semuanya itu adalah ilmu-ilmu agama yang berasal dari Allah. Pola pikir inilah yang harus diluruskan lebih dahulu, baru kemudian dicari penyebab-penyebab lainnya, seperti kurikulum, metodologi, pendekatan, sarana dan instrumen-instrumen lainnya.
Secara praksis, apa implikasi yang muncul dari pembagian ilmu pengetahuan tersebut? Seberapa jauh Logika berperan didalamnya?
Kalau setiap Muslim memiliki "mainstream" yang sama bahwa ilmu itu satu dan berasal dari yang Satu, sementara pengelompokan itu hanya untuk sekedar mempermudah identifikasi dan klasifikasi, Insya Allah umat Islam akan maju dan berkembang pesat dan mampu bersaing secara fair dengan orang-orang Non-Muslim dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Umat Islam akan mampu berperan sebagai "Kholifah Allah" yang aktif, inovatif dan produktif, dan pada saat yang bersamaan sekaligus mampu berperan sebagai "Hamba-hamba Allah" yang khusyu', tawadlu' dan cinta damai. Semoga. Amien.
Di mana letak relevansi pembagian ilmu pengetahuan tersebut dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sudah mengalami spesialisasi yang cukup tajam?
Spesialisasi di era kita sekarang memang mutlak diperlukan. Selain karena keterbatasan kamampuan dan kecerdasan kita, juga karena setiap jenis ilmu dari masing-masing kelompok tersebut semakin kompleks dan sophisticated. Karena itu spesialisasi ini harus didorong terus, bahkan sejak dini para santri harus sudah memahami benar-benar bakat dan minat yang ada dalam dirinya. Ini yang dimaksud dengan "Kompetensi Pilihan" (Kompil). Tetapi, mereka harus berusaha untuk menguasai "dasar-dasar" dari ketiga kelompok ilmu pengetahuan tersebut. Ini yang dimaksud dengan "Kompetensi Dasar" (Komdas). Keduanya sudah kita terapkan di TMI AL-AMIEN PRENDUAN, walaupun masih memerlukan perbaikan dan penyempurnaan yang lebih cerdas dan berkesinambungan.
Apakah pembagian ilmu pengetahuan ke dalam ulum tanziliyah dan ulum kauniyah merupakan terjemahan terhadap ilmu umum dan ilmu agama? Kalau tidak apa yang membedakan?
Saya termasuk "sedikit" orang yang sangat tidak setuju dengan dikotomi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Menurut saya, semua ilmu itu adalah ilmu agama dalam arti milik Allah SWT dan berasal dariNya. Dikotomi ilmu agama dan ilmu umum, menurut saya, termasuk distorsi (pemutarbalikan fakta) atau reduksi (pengurangan / pemotongan) atau bahkan stigmatisasi (pelecehan) terhadap nilai-nilai dan ajaran agama itu sendiri. Pengelompokan ilmu-ilmu Allah menjadi 3 kelompok ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan pola pikir dikotomik tersebut.
Mengingat Al-Amien merupakan Pondok Pesantren alumni Gontor, Bagaimana penafsiran Bapak Kyai terhadap statement KH.Imam Zarkasyi bahwa " Kurikulum yang digunakan oleh KMI Gontor adalah 100% Agama juga 100% umum " ?
Statemen Kyai Zarkasyi ini justru merupakan bantahan terhadap adanya pembagian ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama yang begitu dominan. Ungkapan ini merupakan salah satu refleksi dari upaya beliau untuk menghilangkan pola pikir dikotomik tersebut. Di Gontor hanya ada satu ilmu, yaitu "Ilmu Agama" atau ilmunya Allah SWT.

0 komentar:

Posting Komentar