Bagaimanakah bentuk hijab yang hakiki bagi wanita dalam Islam? Pertama-tama, hijab yang hakiki adalah wanita menutup seluruh anggota tubuhnya selain wajah dan kedua telapak tangan, dan tidak keluar rumah dengan berdandan. Yakni, terdapat hijab materi yang berupa penutupan tubuh, dan juga hijab rohani dimana sosok wanita sebagai manusia di tengah-tengah masyarakat, tidak berusaha tampil dengan dandanan yang menarik perhatian. Demikianlah bisa saja hijab itu muncul dalam bentuk pembicaraan, "Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, " (QS. al-Ahzab: 32) dan dalam bentuk perilaku-perilaku yang lain.
Mana yang lebih utama, wanita yang konsekuen dengan hijab materi tanpa memperhatikan hijab rohani atau wanita yang konsekuen dengan hijab rohani tanpa memperhatikan hijab materi? Sesungguhnya masalah tersebut tidak dapat dikemukakan dengan cara perbandingan seperti itu. Islam melihat hijab sebagai suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, di mana ia memperhatikan dua dimensinya, baik materi maupun rohani dengan pertimbangan adanya interaksi yang erat di antara keduanya. Dari satu sisi, Islam menganjurkan dengan sangat agar wanita konsekuen terhadap hijab rohani yang mencegahnya dari penyimpangan dan kemerosotan akhlak dan perilaku, karena sifat hijab ini dengan sendirinya akan mendatangkan "imunisasi diri" terhadap segala hal yang mengancam wanita dari penyelewengan atau dekadensi moral dan lain-lain. "Kekebalan" inilah yang tersembunyi di balik ketentuan hijab materi dalam syariat Islam. Dari sisi lain, Islam menuntut adanya sikap konsekuen terhadap hijab materi dengan pertimbangan bahwa ia (jilbab) merupakan bentuk tindakan preventif yang melindungi pria dan wanita dari pengaruh keadaan- keadaan yang dapat mendatangkan kenegatifan terhadap spiritualitas manusia dan moralitasnya. Karena itu, meninggalkan hijab materi berarti sebuah ancaman atas hijab rohani, karena ia akan menyebabkan datangnya situasi-situasi yang mendorong kegoncangan hijab rohani dan kelemahannya, dan kemudian akan menyeretnya kepada penyimpangannya dan keterpurukannya. Yang benar, hendaklah kedua bentuk hijab itu disejajarkan. Dengan pertimbangan ini, maka hijab bukanlah termasuk masalah individual saja, tetapi juga menyangkut masalah sosial, sebab setiap hal yang dengan sendirinya dapat menjaga individu dari keadaan terperosok dan penyimpangan, maka ia juga dapat menjaga masyarakat. Sebaliknya, setiap hal yang menggiring individu kepada penyimpangan dan kemerosotan, maka ia juga dapat mengancam masyarakat, karena pada akhirnya masyarakat merupakan kumpulan dari individu-individu dan sistem norma dan prinsip serta hukum yang mengatur hubungan di antara sesama mereka. wallahu a’lam
Senin, 17 Agustus 2009
Hijab Materi dan Rohani
05.59
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar