Kata mereka...

Keindahan adalah menatap keabadian diri sendiri didalam cermin_ Kahlil Ghibran.

Kata mereka...

Keraguan adalah rasa sakit karena kesepian untuk mengetahui bahwa iman adalah saudara kembarnya.

Kata mereka...

Iman adalah sebuah oasis di jantung yang tidak akan pernah dijangkau oleh segerombolan pikiran.

Kata mereka...

Iman adalah pengetahuan dalam hati, di luar jangkauan bukti.

Kata mereka...

Cinta tidak memiliki dan tidak akan dimiliki, karena cinta telah cukup bagi cinta itu sendiri.

Senin, 17 Agustus 2009

Pagi dengan Surat Al-Fajr

Alhamdulillah,,pagi ini gak sedingin biasanya, pagi yang begitu semarak. Dijalan, ku lihat burung-burung berkejaran bercuit ria, seolah ingin mengatakan pagi ini begitu indah, sayang jika dilewatkan dengan memeluk guling dan bersajadahkan kasur. Pada hari ini pula, Indonesia berulang tahun ke-64, ternyata negaraku ini sudah cukup tua, bahkan jauh lebih tua dari pada negara tetangga Malaysia dan singapura, tapi napa y kO indonesia gak maju-maju? apa karena mayoritas penduduknya seperti saya, yang “hanya” duduk berpikir memikirkan nasib serta umur yang terus berkurang, sementara kaki dan tanganku duduk bersila. Atau mungkin, karena pemerintahan kita sudah seperti kakek buyutku yang termakan usia untuk kembali memikul “landuk” dan clurit ke sawah. Alah..bukankah orang-orang pintar disekitar kita udah banyak, kenapa saya harus memikirkanya???.

Hijab Materi dan Rohani

Bagaimanakah bentuk hijab yang hakiki bagi wanita dalam Islam? Pertama-tama, hijab yang hakiki adalah wanita menutup seluruh anggota tubuhnya selain wajah dan kedua telapak tangan, dan tidak keluar rumah dengan berdandan. Yakni, terdapat hijab materi yang berupa penutupan tubuh, dan juga hijab rohani dimana sosok wanita sebagai manusia di tengah-tengah masyarakat, tidak berusaha tampil dengan dandanan yang menarik perhatian. Demikianlah bisa saja hijab itu muncul dalam bentuk pembicaraan, "Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, " (QS. al-Ahzab: 32) dan dalam bentuk perilaku-perilaku yang lain.

Minggu, 16 Agustus 2009

Kajian Grafik Pengendali dan Analisis Kemampuan Proses Statistik Berbasis Distribusi Weibull (Studi Kasus pada Data Livabilitas Semen Sapi BBIB Singo

oleh:
Yaya Qalbiyah Harisanti &Hendro Permadi
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang

ABSTRAK

Kualitas didefinisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik suatu produk (barang dan jasa) yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan guna meningkatkan kepuasan konsumen. Untuk mengetahui apakah suatu produk sudah sesuai atau belum maka perlu dilakukan pengendalian kualitas. Pengendalian kualitas adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu industri, untuk meningkatkan kualitas guna memenuhi kebutuhan konsumen.
Pengendalian kualitas dapat dilakukan dengan analisis grafik pengendali dan analisis kemampuan proses statistik. Sebelum melakukan pengendalian kualitas harus diketahui distribusi data. Apabila asumsi normal tidak terpenuhi salah satu pendekatan distribusi yang dapat dilakukan dengan pendekatan distribusi Weibull.
Data yang digunakan dalam makalah ini adalah data livabilitas semen sapi. Pendekatan dengan distribusi Weibull menghasilkan parameter skala , dan parameter bentuk . Hasil batas-batas grafikpengendali distribusi Weibull yaitu UCL= 86,8781; LCL=50,1971; Center Line= 74,34 dengan membangun grafik pengendali berbasis distribusi Weibull diperoleh data livabilitas terkendali secara statistik. Hasil analisis kemampuan proses berbasis distribusi Weibull diperoleh nilai Pp=1,67204 menunjukkan bahwa proses berjalan dengan sangat baik; dan nilai Ppk=1,61594 menunjukkan bahwa tingkat presisi dan akurasi proses sangat baik serta variasi proses semuanya berada dalam batas-batas yang telah ditentukan perusahaan. Hasil Expected Overall Performance, PPM USL= 0, hal ini berarti bahwa apabila produksi 1.000.000 produk maka 0 produk berada di luar batas spesifikasi atas perusahaan. PPM Total= 53,9759 (dari 53,9759 dibulatkan menjadi 54), hal ini berarti bahwa jumlah produk yang berada di luar batas spesifikasi atas dan bawah perusahaan adalah 54 produk dari 1.000.000 produk yang dihasilkan.

Kata Kunci: Distribusi Weibull, Grafik Pengendali Distribusi Weibull, Analisis Kemampuan Proses Distribusi Weibull.

Berpikir Kritis tentang Eksistensi Tuhan(F1)

Kajian yang dikemas dalam bentuk pelatihan, yang mencoba memahami Islam dari kesatuan "unsur" Tuhan, Alam, dan Manusia (TAM).

Prolog: Kisah Sang Pencari Tuhan
Pernahkah Anda ditanya, “Benarkah tuhan itu ada?” Mendapat pertanyaan seperti itu, tentu, Anda terkejut. Sebab pertanyaan itu langsung mengusik sesuatu yang sudah baku dalam aqidah Anda, yaitu keimanan pada tuhan.

Belum hilang rasa keterkejutan itu, pertanyaan susulan yang tak kalah hebohnya biasanya juga memberondong, “Jika tuhan ada, di manakah dia?”, “Sedang apa dia?”

Mendapat pertanyaan-pertanyaan yang menggugat akidah itu, segera terbangun tuduhan dalam benak Anda bahwa ajaran atheis sedang merasuki pikiran sang penanya. Bukankah atheis mengajarkan pandangan dunia tanpa tuhan?

Tapi, tuduhan tersbut tidak menolong untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Yang terbesit kemudian justru sebuah keraguan: jangan-jangan memang tuhan tidak ada.

Memang, sudah lama kita meyakini ajaran iman pada tuhan. Tapi jujur, hal itu kita dapatkan sebagai semacam sebuah doktrin. Dan kini, banyak mendapati batunya, betapa kita tidak bisa membela ketika mendapati tuhan digugat. Akal dan pikiran kita beku. Buyar seluruh doktrin yang kita warisi. Dan guncanglah iman kita.

Mencari Hakekat Kebenaran
Kisah di atas bisa saja terjadi pada kita. Sebuah sosok dengan iman yang keropos. Berpenampilan seolah paling kuat imannya, namun tidak memiliki akar yang menghujam ke dalam. Jadilah kita manusia yang mudah tergerus oleh gelombang pemikiran. Iman hanyalah pemanis kata; bukan sebuah keyakinan dengan pijakan ilmu. Maka, bagaimana kita akan berbicara tentang kehidupan keberagamaan, jika landasannya adalah iman yang keropos?

Tentu saja, “Kisah Sang Pencari Tuhan” tidak boleh terputus pada episode keguncangan iman. Harus ada solusi tentang proses pencarian tuhan itu. Maka, kami mencoba menawarkan sebuah pelatihan yang insya Allah akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang tuhan di atas, sekaligus membangun sikap keberagamaan yang holistic.

Senin, 03 Agustus 2009

Read, learn and do it !

saya belajar, bahwa saya tidak dapat memaksa orang
lain mencintai saya, saya hanya dapat melakukan
sesuatu untuk orang yang saya cintai...

Saya belajar, bahwa butuh waktu bertahun-tahun untuk
membangun kepercayaan dan hanya beberapa detik saja
untuk menghancurkannya... *

Saya belajar, bahwa orang yang saya kira adalah Orang
yang jahat, justru adalah orang yang membangkitkan
semangat hidup saya kembali serta orang yg begitu
perhatian pada saya..
saya belajar, bahwa sahabat terbaik bersama saya dapat
melakukan banyak hal dan kami selalu memiliki waktu
terbaik....

saya belajar, bahwa persahabatan sejati senantiasa
bertumbuh ,walau dipisahkan oleh jarak yang jauh.

Minggu, 02 Agustus 2009

Percaya Diri, Diri yang Mana?

Banyak orang pandai menyarankan agar kita memiliki kepercayaan diri yang kuat. Pertanyaannya adalah diri yang manakah yang patut kita percayai. Apakah panca indera kita? Padahal kejituan panca indera seringkali tak lebih tumpul dari ujung pena yang patah. Apakah tubuh fisik kita? Padahal sejalan dengan lajunya usia, kekuatan tubuh memuai seperti lilin terkena panas. Ataukah pikiran kita? Padahal keunggulan pikiran tak lebih luas dari setetes air di samudera ilmu. Atau mungkin perasaan kita? Padahal ketajaman perasaan seringkali tak mampu menjawab persoalan logika. Lalu diri yang manakah yang patut kita percayai?
Semestinya kita tak memecah-belah diri menjadi berkeping-keping seperti itu. Diri adalah diri yang menyatukan semua pecahan-pecahan diri yang kita ciptakan sendiri. Kesatuan itulah yang disebut dengan integritas. Dan hanya sebuah kekuatan dari dalam diri yang paling dalamlah yang mampu merengkuh menyatukan anda. Diri itulah yang patut anda percayai, karena ia mampu menggenggam kekuatan fisik, keunggulan pikiran dan kehalusan budi anda. wallahu a'lam

Sabtu, 01 Agustus 2009

FIQIH Perlu Etika



Seringkali kita masih menemukan perbedaan fikih (ilmu hukum Islam praktis yang berdasarkan ijtihad) yang berubah menjadi laknat. Laknat, karena ia dijadikan dalih untuk membunuh karakter pihak yang berbeda. Maka, kita akan mudah menemui kata-kata kekafiran, bid'ah dan semacamnya membakar ruang kemasyarakatan kita. Namun, demikiankah masyarakat kita, yang notabene ahl al qiblat itu berbeda? Mengapa seringkali kita temukan perbedaan yang tidak menjadi rahmat, tapi malah menjadi azab perpecahan?
Sejatinya, perbedaan fikih itu menjadi horison dan mozaik yang menawan bagi kehidupan. Prof Dr Thol'at Muhammad 'Afifi (2005) menyebutkan sebab-sebab utama lahirnya perbedaan itu ada empat. Pertama, perbedaan pemahaman terhadap nash Alquran seperti pada muhkam-mutasyaabih, qath'i-zhanni, shariih-muawwal. Kedua, perbedaan penerimaan praktik suatu hadis, pemahaman, dan cara konvergensi dua hadis yang berbeda secara eksplisit. Ketiga petanda bahasa, seperti musytarak (homonim). Yang keempat, faktor perbedaan tingkat kemampuan mujtahid dalam memformulasi hukum. Jelas semua faktor tersebut amatlah logis dan manusiawi.
Hikmah perbedaan
Perbedaan fikih ini juga, di sisi lain, menjadikan Islam amat kaya dengan khazanah hukum. Ia juga, pada dasarnya, adalah rahmat dan kemudahan dalam kehidupan kemanusian. Khalifah bijaksana, Umar ibn Abdul Aziz radhiyaallahu'ahnu berkata, "Saya tidak akan gembira jika para sahabat Rasulullah SAW tidak berbeda (pandangan). Jika saja pendapat mereka itu satu, maka masyarakat (luas) tentuya akan kesulitan. Sedangkan mereka adalah para imam teladan."

Karena inilah, kita akan menemukan kisah teladan dalam kehidupan sahabat Rasulullah SAW, Imam Al Baihaqi meriwayatkan dari Sahabat Anas radiyallahu'anhu tentang fenomena indah kehidupan mereka. "Sungguh, ketika kami, para sahabat Rasulullah SAW melakukan perjalanan, ada yang dalam keadaan berpuasa, ada yang dalam kondisi berbuka. Ada pula yang men-qashar shalatnya, ada juga yang tidak. Namun satu sama lain tidak menyindir, atau mencela yang lain."
Setidaknya ada empat etika ketika mengadakan dialog seputar permasalahan ikhtilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama. Pertama, tidak mengharuskan orang lain mengikuti pendapat yang diadopsinya. Kedua, tidak mengingkari sesuatu yang masih dalam kerangka ijtihad-able (masih masuk dalam koridor ijtihadiyah). Ketiga, tidak takabur, jumawa untuk kembali kepada kebenaran. Keempat, berusaha menjauhi hal-hal yang (kemungkinan besar) menimbulkan fitnah dan tindakan refresif.
Hal-hal tersebut tidak hanya sekadar teori, namun juga dibuktikan oleh gugus otoritas ulama dan Muslim sepanjang sejarah. Bahkan dalam perjalanannya, ada tiga fenomena mengharukan yang patut diteladani oleh siapapun: (1) saling memuji, satu sama yang lain, (2) saling menghormati, dan (3) saling mendoakan. Terlepas dari perbedaan pendapat mereka, biografi Imam Abu Hanifah ra, Imam Maik ra, Imam Syafii dan lain-lain mendeskripsikan kenyataan ini.
Ta'ashub
Para ulama itu juga sangat menentang ta'ashub (kefanatikan sehingga menghinakan pendapat yang lain) secara membabi buta. Bahkan Imam Shaleh ibn Muhammad Al 'Umari mensinyalir bahwa kefanatikan seperti ini dimanfaatkan menjadi strategi penjajahan atas negeri-negeri Muslim (lihat Iiqaazh Himam Uli Al Absaar lil Iqtidaa bi sayyidi Al Muhaajiriin wa Al Ansaar, halaman 45).

Tesis Al Umari ini tentu bukan tanpa alasan. Fenomena friksi antara kelompok Syi'ah dan Sunni saat ini di Irak, misalnya, secara cerdas diekplorasi oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan kebersamaan kaum Muslimin. Mereka senantiasa diadu domba, dan akhirnya menjadi korban. Di sisi lain, kefanatikan buta juga berdampak terhadap penerimaan (acceptablity) dan produktivitas dakwah Islam.
Jelas dibutuhkan kembali usaha-usaha revitalisasi persatuan umat. Lembaga Al Majma' Al Aalamii li-at-Taqriib baina Al Madzaahib Al Islaamiyyah (The World Forum for Proximity of Islamic School of Thought) dalam muktamar ke-19-nya di Teheran pada tanggal 20-22, Agustus 2006 lalu menghasilkan 10 prinsip dasar yang perlu dihidupkan kembali. Di antara prinsip-prinsip itu adalah menekankan (1) persatuan umat Islam, kapan dan di manapun berada; (2) pentingnya penegakan hak asasi manusia yang berlandaskan pada landasan dan aksioma syariat Islam dan undang-undang internasional; dan (3) untuk berpegang kepada prinsip keberagaman; saling menghormati pendapat diiringi dengan pencarian titik-titik persamaan serta menggencarkan dialog antarmazhab, agama, dan peradaban. Dari sini diharapkan lahir kesepahaman yang bermanfaat secara luas bagi kepentingan umat Islam.
Adalah menjadi tugas bersama (al'amal al musytarak) untuk kembali menghidupkan persatuan dan rasa cinta di kalangan umat. Barangkali cara awalnya adalah dengan menahan diri untuk tidak mencari masalah yang terkait dengan perihal praktik keagamaan yang masih memiliki dasar dan tidak merupakan kesepakatan ulama ( al mukhtalaf fiih. Selain itu uga perlu menghindari kata-kata dan sikap cela terhadap orang lain yang berbeda pandangan tentang hukum, selama tidak bertentangan dengan nash (teks jelas) Alquran, Sunnah maupun ijma' ulama. Hal lain yang juga diperlukan adalah mengembangkan dialog/silaturrahmi keagamaan melalui forum-forum tertentu.
Dus, inilah salah satu karakteristik ahlussunnah wal jamaah. Mereka yang masuk dalam ahlussunnah wal jamaah, haruslah berpegang teguh pada sunah Rasulullah SAW, teladan dari para Sahabat, serta menjaga persatuan dan kesatuan umat. Wallahu'alam.