Kata mereka...

Keindahan adalah menatap keabadian diri sendiri didalam cermin_ Kahlil Ghibran.

Kata mereka...

Keraguan adalah rasa sakit karena kesepian untuk mengetahui bahwa iman adalah saudara kembarnya.

Kata mereka...

Iman adalah sebuah oasis di jantung yang tidak akan pernah dijangkau oleh segerombolan pikiran.

Kata mereka...

Iman adalah pengetahuan dalam hati, di luar jangkauan bukti.

Kata mereka...

Cinta tidak memiliki dan tidak akan dimiliki, karena cinta telah cukup bagi cinta itu sendiri.

Kamis, 16 Mei 2013

Negosiasi Identitas Santri Berhadapan dengan Realitas Kehidupan Mahasiswa dan Kampus

Ilmu pengetahuan terus berkembang, semakin hari tampak semakin tua dan menemukan kemaatangannya, beberapa pendapat-pendapat ilmuwan-ilmuan terdahulu yang kemudian terbukti atau bahkan terpatahkan sehingga memunculkan wajah baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan tentu saja ini berdampak pada teknologi, kalau dulu sebagian masyarakat kita dikenal buta huruf, karena tidak bisa membaca dan menulis, rasanya ketidak mampuan mengikuti dan menggunakan teknologi juga bisa dimasukkan dalam kategori buta huruf itu tadi. Sementara itu, bacaan, tulisan dan teknologi adalah jendela ilmu pengetahuan yang akan mengantarkan sang empu-nya untuk menjadi tahu atau menjadi salah satu hambaNya, yang oleh Allah sebut sebagai ahladz dzikr.
DSC02931Maha besar Allah yang berfirman dalam al-Qur’an, “maka bertanyalah kalian (semua) kepada ahladz dzikri, jika kalian tidak mengetahui”. Ilmu tanpa agama buta,dan agama tanpa ilmu adalah bencana, kiranya dua istilah inilah yang menjadikan penting keterkaitan antara agama dan ilmu pengetahuan, walau sebenarnya agama Islam selalu sejalan dengan ilmu pengetahuan. Keadaan psikologis seorang santri yang baru keluar dari pondok pesantren terkadang seperti sebuah burung yang baru keluar dari sarangnya, mereka masih kebingungan oleh keadaan yang serba bebas. Rutinitas untuk melaksanakan shalat malam, shalat berjama’ah, mengaji tiap selesai shalat, dan sebagainya. Belum lagi saat dihadapkan dengan dekadensi moral para santri yang hanyut mengikuti mode dan kehidupan mahasiswa yang masih baru namun terkesan konsumtif dan hedonis. Agaknya cukup susah terlaksana ketika berada di lingkungan baru. Padahal sebenarnya dalam keadaan itulah sebisa mungkin mencoba ber-istiqomah dalam rutinitas dan segala yang diajarkan di pondok agar senantiasa diaplikasikan dalam hidup.
Santri secara bahasa adalah murid (siswa atau siswi) yang mengikuti pendidikan di Pondok Pesantren (Wikipedia). Menurut kamus besar bahasa Indonesia santri adalah oranag yang mendalami agama islam, orang yang bersungguh-sungguh dan orang yang sholeh. Namun, sementara pakar saling berbeda tentang pengertian dan makna santri. Ada yang menyebut, santri diambil dari bahasa ‘tamil’ yang berarti ‘guru mengaji’, ada juga yang menilai kata santri berasal dari kata india ‘shastri’ yang berarti ‘orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci’.
Pendapat lainya meyakini bahwa kata santri berasal dari kata ‘Cantrik’ (bahasa sansekerta atau jawa), yang berarti orang yang selalu mengikuti guru. Sedang versi yang lainya menganggap kata ‘santri’ sebagai gabungan antara kata ‘saint’ (manusia baik) dan kata ‘tra’ (suka menolong). Akan tetapi penulis mempunyai definisi berbeda tentang arti dari makna Santri tersebut. Santri adalah bahasa serapan dari bahasa inggris yang berasal dari dua suku kata yaitu SUN dan THREE yang artinya tiga  matahari. Matahari adalah titik pusat tata surya berupa bola berisi gas yang mendatangkan terang dan panas bumi disiang hari. seperti kita ketahui matahari adalah sumber energi tanpa batas, matahari pula sumber kehidupan bagi seluruh tumbuhan dan semuanya dilakukan secara ikhlas oleh matahari. namun maksud tiga matahari dalam kata SUNTHREE adalah tiga keharusan yang dipunyai oleh seorang santri yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Semua ilmu tentang Iman, Islam dan Ihsan dipelajari di pesantren menjadi seorang santri yang dapat beriman kepada Allah secara sungguh-sungguh, berpegang teguh kepada aturan islam serta dapat berbuat ihsan kepada sesama.
Pada perkembangannya, istilah ‘santri’ pun memiliki devariasi yang mempunyai banyak arti. Dari segi profesi, ada santri kultur, santri modern dan santri tradisional. Santri Profesi adalah mereka yang menempuh pendidikan atau setidaknya memiliki hubungan darah dengan pesantren. Sedangkan Santri Kultur adalah gelar santri yang disandangkan berdasarkan budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, bisa saja orang yang sudah mondok di pesantren tidak disebut santri, karena prilakunya buruk. Dan sebaliknya, orang yang tidak pernah mondok di pesantren bisa disebut santri karena prilakunya yang baik. Dari segi metode dan materi pendidikan, kata ‘santri’ pun dapat dibagi menjadi dua. Ada Santri Modern dan ada Santri Tradisional (layaknya juga ada pondok modern dan ada juga pondok tradisional). Sedang dari segi tempat belajarnya, ada istilah ‘santri kalong’ dan ‘santri tetap’. Santri kalong adalah orang yang berada di sekitar pesantren yang ingin menumpang belajar di pondok pada waktu-waktu tertentu.
Mendefinisikan santri yang seyogyanya, jika dilihat dari perbandingannya antara santri yang dulu, maupun antara santri yang tradisional dan yang modern, apapun perbandingannya namun yang terungkapkan adalah  bahwa santri merupakan sosok yang memiliki ciri dan kelebihan yang khas, baik dari segi pakaiannya, dan tingkah lakunya. Dalam perjalanannya pun, baik santri dahulu maupun yang sekarang, ciri khas tersebut tetap tak terhapuskan. Ciri khas itu merupakan kelebihan postitive yang menjadikan santri berbeda dengan yang lainnya. Bahkan Spesifikasi positif dari kelebihan itu pun sangat terlihat dalam pemahamannya mengenai pengetahuan keagamaan, kecerdasan intelektual, dan yang paling terlihat adalah daya juang mereka dalam kehidupan.
Selain itu, pelaksanaan dari ilmu yang telah didapatkan di pondok itu  tidak hanya dalam hubungan ubudiyah saja, justru di saat berada di lingkungan luar pondok itulah seorang santri mencoba untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu keagamaan tersebut dalam menyikapi keadaan yang terjadi di lingkungan mereka. Apalagi ketika seorang santri tersebut melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu ketika masuk ke perguruan tinggi dan menjadi seorang mahasiswa. Perkembangan zaman dan kehidupan mahasiswa pun menjadi sebuah pembelajaran baru yang memerlukan perencanaan strategis untuk menghadapinya, dengan pengolahan nilai-nilai keagamaan yang telah ditanamkan selama di pondok pesantren. Secara kasat mata, bisa dilihat budaya, semisal perayaan Hari Valentine, tahun baru, atau ulang tahun dengan cara-cara yang nyaris persis anak-anak kota. Dalam hal berpakaian, tak sedikit mahasantri (santri dengan kehidupan mahasiswa) latah ikut-ikutan gaya yang sedang tren dikalangan selebritas. Dalam hal makanan, menanak (baca: atana') dianggap "nggak gaul" dan merepotkan. Padahal, yang disebut terakhir juga termasuk aktivitas kependidikan dan pembelajaran kemandirian. Sehingga secara tidak sadar, Mahasantri kini dihinggapi budaya instan, konsumtif, dan hedonis. Instan lantaran terbiasa dengan "kemudahan", segalanya didapat dengan mudah dan tanpa melalui proses yang teliti. Konsumtif akibat pudarnya daya kritisisme mahasantri sekaligus lantaran dihadapkan pada dagangan produk kapitalis yang menggiurkan. Hedonis lantaran ada kecenderungan perilaku diarahkan untuk melulu menggali sebuah kesenangan semu, dan tentu saja ini akan berpengaruh pada pola pikir, paradigma kemudian perilaku Mahasantri.
Namun, hendaklah mencoba membuka wawasan yang lebih luas untuk menerima hal-hal baru, mencoba untuk menghilangkan pemikiran bahwa santri yang mungkin lebih dikenal dengan orang yang selalu manut (sami’na wa atha’na) dengan kyainya, karena dalam posisi sebagai mahasiswa, santri harus mencoba untuk mengesampingkan prinsip itu, karena manut tidak selalu identik dengan baik. Para pemimpin pun tidak selalu baik, tidak ada yang tidak terlepas dari sebuah kesalahan, entah itu karena kesengajaan maupun ke-alpa-an mereka. Dari sinilah seorang santri yang sudah berevolusi menjadi seorang mahasiswa mencoba untuk memfilter segala yang ada dan terjadi di lingkungan sekitar, mencoba untuk bersikap kritis, aktif dan progresif dalam menyikapi beragam permasalahan yang muncul.
Santri memilik peran yang sangat strategis, apalagi di era seperti sekarang ini. Banyak diversifikasi kemampuan yang dimiliki oleh setiap santri, dan menuntut santri tersebut untuk dapat mengembangkan kemampuannya diberbagai bidang, tidak hanya di dalam jalur pendidikan kegamaan, namun juga dijalur umum seperti dalam bidang kedokteran, teknik, pertanian, dll. Sehingga  perlunya adanya pelayanan terhadap keberagaman tersebut dengan menyesuaikan dengan perannya masing-masing. Peran strategis tersebut terdiri dari scholar, inventor , dan creator. seperti disebutkan dalam salah satu hadits Nabi Muhammad SAW : Khairunnas anfa’uhum linnas. Manusia yang baik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Untuk itulah santri sebaiknya memiliki pemahaman yang mendalam terhadap bidang yang ditekuninya selain pemahaman tentang keagamaan. Pengetahuan keagamaan seorang santri harusnya dapat disandingkan dengan pengetahuan yang berkembang dan maju. Tidak mudah memang, apalagi dengan perkembangan yang berubah, secara fleksibel memerlukan pemikiran yang lebih tinggi, tidak hanya terpaku dengan sebuah pemikiran saja. Dari pengetahuan yang mendalam itu santri harus punya suatu penemuan yang meski kecil namun tetap bermanfaat bagi manusia. Untuk menemukan hal tersebut, santri harus kreatif.  Kreativitas inilah yang dapat mengindikasikan banyak santri yang muncul menjadi inventor.
            Dari sini, sebagai santri yang diberi kesempatan  untuk dapat menikmati bangku kuliah terutama santri yang berkesempatan dengan bantuan beasiswa dari Kementrian Agama RI, hendaklah mencoba untuk merefleksikan diri dalam mewujudkan penafsiran tentang makna “ mahasantri “ yang telah disandang, dijelmakan dengan sikap dan tindakan kita dalam kehidupan sebagai seorang pemikir yang memperdalam dan mengaplikasikan ilmu agama untuk mengetahui hakikatnya yakni untuk mengabdi dan menyeimbangkan kehidupan duniawi dan ukhrawi, serta bertindak dan berperilaku agamis, normatif, serta berfikir kritis dengan memadukan nilai keislaman dan keilmuan, sehingga kita menjadi mahasiswa yang punya “ilmu yang amaliah, dan amal yang ilmiah”.

Jumat, 10 Mei 2013

Hafidzul Qur’an: adalah nikmat yang tiada terkira

TUHAN begitu penuh kasih kepada kita, penuh rasa sayang yang terpendar memayungi ratapan hati dan keinginan kita. Manusia berencana dan berbuat namun Tuhan jualah yang menentukan. Sungguh scenario Tuhan, jauh lebih fantastis dari produser-produser film manapun, dan kita, adalah actor terbaikNya di muka bumi. Masing-masing kita dianugerahi kelebihan untuk kita syukuri, dan kekurangan untuk kita perbaiki, jika Ippho Santosa mengatakan dari pada memperbaiki kekurangan, lebih baik mengoptimalkan dan mengasah kelebihan kita. Tidak bagi saya, kelebihan untuk terus kita syukuri dan ditempatkan sesuai kapasitasnya dan tentang kekurangan kita?tentu saja harus diperbaiki dunk, betul tidak??. Sebagian dari kita, diberi nikmat kesempatan dan sementara yang lain mencari dimana kesempatan itu disimpanNya, sebagian kita dipilih karena kita patut dipilih, namun sebagian yang lain, mematutkan diri untuk dipilih. Allah tahu apa yang kau mau, kawan…
keajaiban-al-quranSeorang hafadzatul quran yang didadanya terukir ayat-ayat alquran dan setiap sikap dan tingkah lakunya terpancar cahaya alquran maka sungguh inilah insane paripurna. Jika kita adalah bagian seorang itu, maka syukur tidak lah cukup dengan kata Alhamdulillah, penjagaannya membutuhkan pengorbanan dan ke-istiqomahan, sungguh (hafalan) alquran tidak diperoleh karena begitu cerdas dan pintarnya otak kita, tapi karena keistiqomahan dan rahim-Nya yang telah memilih kita. Tidak ada dalam literature kitab suci kita yang menyatakan bahwa para malaikat bersama orang-orang yang cerdas. Sungguh bersama orang-orang yang selalu istiqomah dijalanNya-lah malaikat akan turun dan melebarkan sayapnya, menaungi setiap langkah kita dan menjadikan hati para mukmin tenang dan tentram, kemudahan dalam segala urusan dan kelapangan dalam kehidupan. SubhanAllah, maha suci Allah atas segala nikmatNya.
Nikmat adalah amanah yang akan kita pertanggung jawabkan dihadapanNya, nikmat adalah sesuatu yang tersandar dalam diri kita untuk kita tunaikan sesuai tempatnya. Diri kita adalah putih, hati kita begitu bening, maka saat nikmat itu tidak tertunaikan, maka serpihan debu menghalangi pantulan cahayanya, pantulan kebaikan tak kan memancar dari hati yang tertutup oleh kabut kesombongan dan kepongahan. Mungkin kita beranggapan, ahh… memang diri ini pantas untuk mendapatkan nikmat ini, karena saya memang pantas. Saya pantas mendapatkan alquran, karena saya cerdas. Saya pantas kaya, karena saya adalah pekerja handal. Sekali lagi tidak saudaraku… sungguh ini karena rahman dan rahimNya pada kita. Ummat yang selalu ingkar dan bermaksiat padaNya! -semoga Allah menjaga kita dari hal-hal yang menjauhkan kita padaNya-
Alquran membawa syafaat bagi ahlinya, maka jangan pernah ingkar dan berpaling darinya. Karena disamping alquran menjadi hujjah bagi kita, tapi juga bisa menjadi hujatan atas kita. Saya teringat dengan pesan almarhum kyai Idris jauhari (allahummaghfirlahu), pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien, “Anakku… kamu sudah hafal Kaamilul Quran?” saya jawab singkat, Alhamdulillah sudah, Pak Kyai, “Bagaimana dengan pendidikanmu?”, Alhamdulillah sudah menyelesaikan s1 pak kyai, “ingat nak… s1 itu hanya formal, dan pendidikan formal itu hanya untuk wet ma gewet (sok-sok gawat-madura-) tok!, alquran-mu lah yang paling berharga, maka saat alquran pergi darimu, maka sungguh telah lepas selimut kehormatan darimu! Dijaga anakku…”.
Untuk saudara-saudaraku yang sedang diguyur kenikmatan dan keberkahan.
Untuk rekan-rekan yang akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi…
Untuk adik-adikku yang sebentar lagi akan diwisuda alqurannya…
Jika kita menghidupkan alquran, maka sungguh alquran akan menghidupkan kita, dan ingat! Jangan mencari penghidupan dari alquran, tapi hiduplah dengan menghidupi alquran. Semoga Allah menganugerahkan keberkahan umur, rizki yang halal, dan ilmu yang bermanfaat. Amien…